

Jakarta, buktipers.com – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyesalkan pelibatan anak-anak kecil dalam Aksi Mujahid 212 bertajuk “Selamatkan NKRI” di kawasan Bundaran Patung Kuda, Jakarta Pusat, Sabtu (28/9/2019). Anak-anak tak semestinya dibawa dalam aksi di jalanan yang berpotensi membahayakan.
Pantauan di lapangan, massa unjuk rasa Aksi Mujahid 212 datang bergelombang sejak pagi. Semakin siang, massa semakin banyak. Tidak hanya kalangan pria dan perempuan dewas, remaja juga berjubel mengikuti aksi ini.
Di antara massa ini tampak sejumlah peserta aksi yang membawa anak-anak mereka, mulai balita hingga anak-anak kecil seumuran siswa sekolah dasar, SMP dan SMA.
Sebagian anak-anak itu mengenakan atribut aksi seperti bendera bertuliskan kalimat tauhid. Bahkan, ada juga dari mereka yang mengenakan ikat kepala hingga berpakaian seragam yang sama.
Kelompok anak-anak kecil itu nampak serius mengikuti jalannya aksi tersebut. Hal itu terlihat dari semangat yang berkobar saat mengikuti apa yang diserukan sang orator dari atas mobil komando.
Ketua KPAI Susanto prihatin dengan keberadaan anak-anak tersebut. Terlebih berdasarkan pantauan KPAI sebagain dari mereka telah datang pada Jumat malam atau Sabtu dinihari untuk mengikuti aksi ini.
KPAI memastikan, banyak anak-anak di bawah umur yang tidak mengerti dan memahami apa yang menjadi tuntutan peserta demo tersebut. Menurut dia, hal itu disebabkan karena banyak anak-anak tersebut hanya ikut-ikutan diajak oleh teman atau orang tuanya sendiri.
“Mereka datang atas info ajakan melalui Fb (Facebook) dan keberangkatan atas inisiatif sendiri dengan menggunakan transportasi kereta, cegat truk, dan ada yang diajak orang dewasa. Diperkirakan hampir 40 persen massa adalah usia anak di bawah umur,” kata Susanto, saat dihubungi iNews.id, Sabtu (28/9/2019).
Meskipun Pasal 24 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2015 tentang Perlindungan Anak menyatakan Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasanya.
Namun, kata Susanto, hal ini dilarang undang-undang jika berada dalam situasi situasi yang dapat mengandung unsur kekerasan dan mengancam jiwa, seperti berada di jalanan dan berada di lautan massa.
“Di sisi lain anak anak dan pelajar dalam menyampaikan pendapat harus difasilitasi dan berada di ruang yang aman dan nyaman, sehingga pendapat dan pandangan anak tersebut bisa didengar dan dihormati oleh orang dewasa,” kata dia.
Sumber : iNews.id