Friska Silaban Ungkap Kekejaman Satpam Unimed yang Tewaskan Suaminya, Joni Fernando Silalahi

0
319
Friska Silaban, istri Joni Silalahi yang tewas di keroyok Satpam di Unimed, Selasa (19/2/2019) lalu. (Tribun Medan)
Dijual Rumah

Buktipers.com – Medan (Sumut)

Friska Sari Silaban (26) istri dari pria yang tewas dikeroyok Satpam Unimed, Joni Fernando Silalahi (30), sangat terpukul.

Wanita  berkulit putih ini, tak pernah membayangkan bakal melahirkan anak kedua tanpa didampingi lagi oleh suami tercinta.

Ia juga tidak bisa membayangkan bagaimana hidup sendiri dalam keadaan hamil 5 bulan, dan harus mengasuh anak yang masih berusia 1 tahun 3 bulan.

Keadaan pelik ini terjadi, lantaran suami yang dicintai telah meninggal dunia, karena tuduhan suatu perbuatan yang tidak pernah dilakukan dan tidak bisa dibuktikan sama sekali.

Friska yang telah menjalani biduk rumah tangga selama 3 tahun dengan Joni, sekarang harus hidup sendiri untuk mencari nafkah bagi anaknya dan calon anaknya yang masih ada di dalam kandungan.

Joni merupakan korban penganiayaan yang dilakukan secara beramai-ramai, oleh oknum Satpam di Unimed hingga berujung kematian.

Mirisnya, Joni dan Stefan, mengantarkan nyawanya di Unimed, karena dituduh mencuri sepeda motor dan helm.

Kejadian keji itu, dialami Joni saat berkunjung sore hari ke Kampus Universitas Negeri Medan (Unimed) bersama rekannya Stefan Samuel Hamonangan Sihombing (21) untuk main-main, pada Selasa (19/2/2019) lalu.

Joni dan Stefan tewas diamuk massa di kawasan kampus Universitas Negeri Medan (Unimed). Keduanya dipukuli setelah dituduh mencuri.

Mereka dituduh mencuri helm dan sepeda motor saat akan keluar areal kampus. Keduanya langsung dikerumuni massa.

Joni dan Stefan tak bisa mengelak. Keduanya dipukuli massa. Kejadian itu lalu dilaporkan ke pihak kepolisian Polsek Percut Sei Tuan, kemudian turun ke lokasi kejadian.

Petugas melarikan Joni dan Stefan ke Rumah Sakit Haji.

Ditemui di rumah mertuanya, istri Joni, Friska Purnama Sari Silaban (26), hanya bisa tertunduk lesu saat kembali diingatkan tentang suami tercinta yang telah tiada.

Tatapan mata Friska lebih banyak kosong, sesekali ia melihat buah hatinya yang masih berusia setahun, serta beberapa kesempatan ia membuka smartphone yang digenggam.

“Waktu itu saya lihat di pos satpam kondisi suami saya sudah berlumuran darah keluar dari kepala, hidung dan mulut,” kata Friska, Jumat (22/2/2019).

“Saya ngamuk, ini kenapa siapa yang bisa menjelaskan, tapi para satpamnya malah kabur,” lanjut Friska.

Karena tidak ada yang bisa menjelaskan kenapa suami dan teman suaminya dihajar hingga babak belur dan belakangan mati, Friska pun kembali mencecar para satpam.

“Pas aku tanya siapa yang curi helm, mereka (satpam) malah sibuk cari helm untuk membuktikan helm itu curian,” ujarnya.

“Tapi mereka nggak bisa buktikan kalau suamiku mencuri helm. Mereka juga nggak bisa buktikan suamiku curi sepeda motor, karena tidak ada sepeda motor yang hilang,” sambungnya.

Friska menuturkan bahwa tak lama setelahnya, ada seorang pria berperawakan tinggi, tegap, badannya berisi menggunakan pakai biasa mengaku seorang polisi.

“Saya polisi,” kata pria itu, ditirukan Friska.

“Jadi kalau kau polisi, kau biarkan mereka main hakim sendiri,” jawab Friska.

“Sempat aku mau ditonjok, tapi karena ada yang halangi tidak jadi. Tapi saya kasih saja nah kalau berani,” ujar Friska.

Saat itu, Friska melihat kondisi suaminya di dalam pos satpam sudah tidak berdaya. Joni sudah dalam posisi diam saja dengan wajah berlumuran darah.

“Jujur saya sangat kecewa kali, sangat kali, melihat perlakuan main hakim sendiri terhadap suami saya. Satpam kan seharusnya mengamankan bukan ikut mengeroyok sampai tewas,” ujar Friska.

Joni Toke Bawang

Sedangkan Sutan Silalahi, abang sepupu korban Joni Pernando Silalahi (30), mengatakan, kondisi ekonomi Joni terbilang berkecukupan, lantaran ia berjualan bawang di MMTC.

“Dia sehari-harinya bekerja di pasar, bisa dibilang toke bawang di MMTC,” kata Sutan.

Ia menuturkan bahwa dengan kejadian seperti ini pihak keluarganya tidak terima. Lantaran sang adik dituduh sebagai pencuri sepeda motor.

Soal main hakim sendiri yang dilakukan oleh pihak Satpam Unimed, Sutan mengaku tidak bisa menerima hal itu.

“Mereka itu kan Satuan Pengamanan (Satpam). Seharusnya Satpam itu untuk menegakkan hukum membela. Dia hanya bisa mengamankan, tapi kenapa ini Satpam malah menganiaya dan membuat tindakan kriminal,” bebernya.

“Upaya hukum sudah kita lakukan buat LP ke Polsek Percut Seituan. Namun telah kita limpahkan ke Polrestabes Medan. Kita minta kasus ini diusut hingga tuntas,” sambungnya.

Ditanya soal kondisi terakhir sebelum Joni meninggal, Sutan mengaku untuk hasil visum belum diberitahukan oleh pihak kepolisian.

“Kalau untuk luka bagian luar kami melihat dengan kasat mata dibagian kepala pecah bisa dibilang, hingga mengakibatkan lubang yang lebar. Kalau dugaan akibat benda tumpul seperti kayu atau benda keras lainnya,” ungkap Sutan.

“Bagian luka ada di posisi depan badan banyak dan belakang badan. Tapi paling parah di bagian kepala,” urai Sutan.

Sutan menerangkan bahwa ia tidak sempat menjumpai adik sepupunya dalam kondisi hidup.

Sebelumnya Joni Pernando Silalahi (30) dan Steven Sihombing (21), tewas setelah diamuk massa di Kampus Unimed, Selasa (19/2/2019) sore dituduh sebagai pencuri sepeda motor.

Video pengeroyokan kepada dua orang ini pun tersebar di media sosial. Ada tiga video. Tampak dalam video keduanya sudah sekarat karena mendapat pemukulan.

Pada video yang berdurasi 6 detik, terlihat sejumlah security berpakaian dinas menangkap seorang pelaku dan kemudian memukul wajah dan menendang tubuh keduanya.

Pada video kedua dan ketiga yang berdurasi 27 serta 29 detik, terlihat kedua pelaku dalam posisi tubuh tengkurap dan tangan terikat ke belakang serta tak berdaya lagi.

Massa sesekali menendang pelaku. Terlihat seorang wanita berupaya melarang, namun massa tetap menghakimi pelaku yang juga menjadi tontonan.

Video Satpam Kampus Membabi Buta

Pasca kejadian pengeroyokan terhadap kedua terduga pencuri ini, petugas Reskrim Polsek Percutseituan yang mendapat informasi, langsung menuju ke lokasi.

Kemudian keduanya pun dibawa ke RS Haji, namun nahas, akibat luka parah di sekujur tubuhnya kedua pelaku dikabarkan meninggal dunia.

Karena sudah meninggal jasad keduanya pun dievakuasi polisi ke RS Bhayangkara Medan untuk kepentingan otopsi.

Kapolsek Percutseituan, Kompol Faidil Zikri membenarkan adanya kedua pelaku pencuri dua unit helm usai dianiaya massa dan akhirnya meninggal di RS Haji.

Menurut Kompol Faidil kedua pria yang tewas karena dikeroyok tersebut adalah warga Jalan Tangkul I Kelurahan Sidorejo, Kecamatan Medan Tembung.

Ayah Stefan Sihombing Ungkap Tujuan Anaknya ke Unimed

 Ketika disambangi ke rumah duka di Jalan Perjuangan Kecamatan Medan Perjuangan, keluarga Stefan Sihombing (21) tampak bersedih atas peristiwa keji tersebut.

Ayah Steven, Poltak Sihombing (62), meneteskan air mata dan tubuhnya bergetar mengingat peristiwa yang merenggut nyawa anaknya tersebut.

Ia bercerita bahwa batinnya bergejolak dan kesal atas tindakan arogansi massa yang menuding anaknya sebagai pelaku pencurian.

Pria berambut putih ini masih terpukul atas peristiwa yang merenggut nyawa anaknya. Beberapa kali dia pun menggerakan tongkatnya karena rasa kalutnya.

“Kecewa aku, kecewa. Kalau bisa kembali, Allah,” ucapnya seraya menyeka air matanya di rumah duka, Kamis (21/2/2019).

Ia pun mencoba tegar dengan menghisap sebatang rokok, namun air matanya kembali menetes saat dia mencoba menceritakan tentang anaknya.

“Anak ku bukan maling, saat itu ia pergi sama tamannya. Kayak bukan manusia mereka buat anakku itu sama temannya,” ujar lirih.

Ia mengutarakan bahwa anaknya pergi ke Kampus Unimed bukan untuk mencuri, melainkan untuk berenang dan bertemu temannya.

“Mereka kan mau berenang dan ketemuan sama kawan wanitanya,” ucapnya. Diketahui bahwa Kampus Unimed memiliki kolam renang yang terbuka untuk umum.

Pria yang mengaku mantan polisi ini bercerita bahwa kejadian yang menimpa anaknya tersebut berawal dari ketika keduanya hendak keluar dari Unimed tidak membawa STNK sepeda motornya.

Karena hal itu sesuai aturan yang berlaku di Unimed, mereka harus ditahan jika tidak membawa STNK. Sebelum bisa menunjukkan STNK, maka tidak diperbolehkan pergi.

“Jadi info yang kami terima, saat itu istri Joni Fernando menelpon istrinya yang tengah hamil besar untuk mengantarkan STNK beserta BPKB,” ujarnya.

Saat menunggu STNK diantarkan istri Joni Fernando, keduanya pun diteriaki sebagai maling helm, dan langsung digebuki Satpam dan juga mahasiswa yang ada di kampus.

“Sementara saat kejadian mereka tidak membawa helm tiba-tiba ada helm. Ini kan pengalihan atau mengkambing hitamkan anak saya,” jelas Poltak.

Usai kejadian, sambung mantan polisi yang terakhir menyandang pangkat Aiptu, mereka sudah membuat laporan ke Polsek Percutseituan, Rabu (20/2/2019) sekitar pukul 02.00 WIB.

Namun saat membuat laporan mereka seperti tidak dianggap polisi.

“Masa kami disuruh buat laporan besok. Kan tidak benar sementara anak saya sudah tiada. Setelah sempat ribut akhirnya selesailah buat laporan malam itu juga,” ujarnya.

Karena merasa seperti dipersulit, pria ini mengutarakan bahwa kinerja polisi sekarang jelek jika dibandingkan saat di masih bertugas dulu.

“Aku pensiunan polisi, saya bertugas 2015 terakhir bertugas. Saya juga sempat jadi guru di SPN Sampali. Saya terakhir pangkat Aiptu. Saya juga dulu bertugas di Polres Labuhanbatu,” ujarnya.

“Jika ada kasus pembunuhan cepat kami tangani. Janganlah seperti ini,” sambungnya.

Penjelasan Pihak Kampus Unimed

Humas Unimed M Surip membenarkan bahwa ada dua orang pria tewas dikeroyok di Kampus Unimed, kedua pria tersebut menurut Surip adalah maling.

“Mereka satu harian sudah diintai oleh petugas keamanan dan beberapa mahasiswa. Memang mereka tertangkap tangan mengambil helm dan sepeda motor,” kata Surip.

“Jadi di pintu keluar, mereka ditangkap oleh petugas keamanan. Diteriaki maling dan langsung banyak mahasiswa berdatangan,” sambungnya.

Surip menjelaskan bahwa selama ini di dalam kampus memang sudah sering terjadi kehilangan sepeda motor baik milik pegawai maupun mahasiswa. Saat terjadi kehilangan, satpam kampuslah yang kerap disalahkan.

Menurut Surip sebelum kejadian, kedua pelaku memang sudah diintai selama seminggu terakhir. Keduanya disebut sering masuk kampus sore-sore.

“Terkadang hilang kadang datang, begitu terus berulang. Makanya kita intai dan kedapatan dan dihakimi massa di pintu keluar,” ungkap Surip.

Ditanya apakah pelaku diduga pernah beraksi di Unimed sebelumnya, Surip menduga bisa saja hal itu pernah terjadi. Karena mereka sering masuk kampus dengan pakaian biasa.

Ketika ditanya apakah Satpam melakukan pengamanan sudah SOP karena kedua pria tersebut tewas setelah dihajar satpam dan mahasiswa?

Surip menjelaskan bahwa petugas keamanan telah melerai mahasiswa untuk menghakimi dan langsung melaporkan ke polisi. Namun polisi lama datang karena mau magrib.

“Setelah datang langsung pelaku dibawa keluar oleh polisi. Kami tidak tahu kelanjutan mereka itu. Waktu dibawa keluar kampus mereka masih hidup. Orang masih bisa berjalan, tapi memang yang satu sudah tidak bisa jalan,” urainya.

Lebih lanjut, soal adanya dugaan mati di hakimi massa, Surip menuturkan bahwa petugas keamanan sebenarnya sudah membantu melerai. Bahkan beberapa pegawai masuk juga untuk membantu melerai.

“Mungkin kalau ada pemukulan, karena mereka sudah kesal dan tidak bisa dibendung lagi,” beber Surip.

Sumber : tribunnews.com