

Pematangsiantar, buktipers.com – Menyikapi kerusakan lingkungan di kawasan Danau Toba, Dewan Pimpinan Pusat Horas Bangso Batak (DPP HBB), meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman agar menutup semua perusahaan yang mencemari dan merusak perairan Danau Toba.
Hal ini dikatakan Ketua DPP HBB, Lamsiang Sitompul SH, MH, didampingi Sekretaris Jenderal HBB, Luhut Situmorang, SH dan Ketua DPC, Raja PS Janter Aruan, SH, disela-sela pelantikan DPC HBB Pematangsiantar, di Restoran Internasional, Jalan Gereja Pematangsiantar, Sabtu (16/11/2019), lalu.
Lamsiang Sitompul yang berprofesi sebagai pengacara ini, menguraikan, bahwa Danau Toba sudah seperti toilet raksasa karena banyaknya perusahaan yang diduga membuang limbah ke- Danau Toba, termasuk Keramba Jaring Apung (KJA) milik perusahaan dan masyarakat sekitar, maupun usaha-usaha lainnya yang diduga penyumbang limbah ke Danau Toba.
“Kerusakan Danau Toba sudah di level yang sangat mengkuatirkan. Hal ini terlihat dari hasil penelitian berbagai elemen, dimana 50 persen air Danau Toba sudah tercemar semenjak tahun 2014. Padahal, Danau Toba merupakan sumber air utama bagi sebagian besar masyarakat di kawasan Danau Toba yang dapat membahayakan kesehatan manusia,” katanya.
Selain itu, sebagian besar ikan khas yang dulu hidup di Danau Toba, tidak ditemukan lagi. Diduga terjadi karena kerusakan ekosistem, sehingga ikan tersebut tidak mampu bertahan hidup dan dugaan terjadi ada proses pemandulan terhadap ikan di Danau Toba, sehingga tidak dapat berkembang lagi, ujar Lamsiang.
Lamsiang juga menyampaikan, bahwa hasil dari penelitian Bank Dunia, juga menunjukkan, bahwa Danau Toba sudah rusak parah.
Dimana hanya 50 meter dari atas permukaan yang ada oksigen dan di bawah itu sudah tidak ada lagi kehidupan. Namun, pemerintah tidak berbuat apa – apa hingga saat ini, padahal kawasan Danau Toba merupakan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional dan pembangunan super prioritas yang selalu didengungkan oleh Presiden Jokowi.
“Yang lebih menyedihkan lagi, kerusakan lingkungan Danau Toba telah menghancurkan perekonomian masyarakat. Dimana nelayan yang dulu mencari ikan di Danau Toba sekarang sudah kehilangan mata pencaharian karena ikan seperti mujahir, pora-pora, ihan batak, dan lainnya sudah hampir tidak ditemukan lagi,” tandasnya.
Lamsiang juga mengatakan, bahwa akibat dari kerusakan Danau Toba akan menghambat program pengembangan pariwisata di kawasan Danau Toba. Padahal, Pemerintah Pusat telah menghabiskan anggaran hingga puluhan triliun untuk mambangun Danau Toba, namun anggaran puluhan triliun tersebut akan sia-sia jika Danau Toba Rusak parah, katanya.
Untuk itulah, dia meminta kepada Kementerian LHK dan Kementerian Maritim, agar segera menindaklanjuti kerusakan Danau Toba dengan menutup semua perusahaan yang merusak lingkungannya dan harus dilakukan penegakan dan penuntutan hukum secara terpadu, baik secara pidana maupun perdata.
“Hal ini sesuai dengan penegasan Presiden Jokowi, ketika berkunjung ke Danau Toba, pada akhir Juli 2019 lalu, untuk menutup semua perusahaan yang merusak dan mencemari Danau Toba,” tegasnya.
Dia juga mengatakan, bahwa dalam waktu dekat, HBB akan segera berkoordinasi dengan tim hukum untuk mengajukan tuntutan dengan tujuan pencabutan izin seluruh perusahaan yang merusak lingkungan Danau Toba.
“Informasi terakhir yang saya dengar, bahwa salah satu perusahaan Keramba Jariang Apung yang selama ini beroperasi di kawasan Danau Toba diduga tidak memiliki izin APU dan B3 lagi, namun pemerintah tetap membiarkan perusahaan tersebut tetap beroperasi dengan bebas. Hal itu dinilai sangat memalukan,” ungkap Lamsiang. (A.Stg)