

Jakarta, buktipers.com – Kementerian Perhubungan dinilai masih setengah-setengah dalam menerapkan kebijakan kewajiban penggunaan sabuk pengaman di bus umum. Padahal, Peraturan Menteri (PM) Perhubungan sudah mengatur mengenai hal itu. Namun kenyataan di lapangan, masih banyak bus umum yang tidak memiliki fitur safety tersebut.
Sekadar info, keharusan mengenakan sabuk pengaman di bus antarkota tertuang pada PM Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 29 Tahun 2015. Aturan itu mengenai Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 98 Tahun 2013 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek.
Di lampiran Standar Pelayanan Minimal Angkutan Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) dan Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) No. 2 mengenai Keselamatan huruf g.10 dikatakan kewajiban menyediakan: “Sabuk keselamatan minimal dua titik pada semua tempat duduk”.
Plt Kepala Sub Komite Investigasi Kecelakaan LLAJ KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi), Ahmad Wildan, mengimbau kepada para pihak terkait supaya bekerja dengan benar dan serius dalam penerapan standar safety di bus, dalam hal ini penggunaan sabuk pengaman.
Menurut Wildan, sabuk pengaman merupakan unsur penting yang bisa mengurangi dampak kecelakaan. Kementerian Perhubungan harus tegas tidak memberikan izin operasi kepada para Perusahaan Otobus (PO) yang tidak mengindahkan aturan itu.
“Soal sabuk pengaman, ini sebenarnya sudah ada PM-nya. Ini mudah-mudahan teman-teman di pengujian kendaraan bermotor se-Indonesia ikut membantu. Bahwa bus yang tidak ada sabuk keselamatannya, jangan dilolosin. Karena ini sangat berbahaya dan ini berulang kali meningkatkan fatalitas kecelakaan,” kata Wildan.
Wildan memberi contoh beberapa kecelakaan bus yang tidak dilengkapi sabuk pengaman, korban jiwa meninggalnya sangat besar, padahal bus hanya terguling. Sementara di kasus lain, ada bus yang terjun ke jurang sedalam 10 meter, namun penumpangnya bisa selamat karena menggunakan sabuk pengaman.
“Contoh kecelakaan di (tanjakan) Emen Subang itu, hanya ngguling sedikit aja, yang meninggal sampai 26 orang. Kenapa? Karena penumpangnya keluar (bus) semua. Kalau kita bandingkan dengan kecelakaan Sempati Star yang jatuh di Subulussalam (Aceh) itu, dalamnya 10 meter, ngguling-ngguling, nggak ada yang masuk rumah sakit, karena busnya bagus, semua penumpangnya pakai sabuk pengaman,” bilang Wildan.
Sebelumnya Ketua Umum Ikatan Pengusaha Otobus Muda (IPOMI) Kurnia Lesani Adnan, juga mengkritik lemahnya pengawasan pemerintah terhadap ketersediaan perangkat sabuk pengaman (seatbelt) di bus-bus antar kota.
“(Kewajiban) seatbelt ini di dalam Permen sudah ada, tapi kembali lagi, saat (Uji) Kir itu kan diperiksa, dari palu pemecah kaca, pintu darurat, dan seatbelt. Tapi pada saat (bus itu) beroperasi, misal ada di terminal atau sedang di jalan kemudian disidak, yang dilihat (petugas) cuma KPS hidup nggak, STNK hidup nggak, Kir hidup nggak, udah (itu aja). Tapi seatbelt dipakai atau tidak, pintu darurat berfungsi atau tidak, palu pemecah kaca normal atau tidak. Itu tak ada pengawasan, tidak ada penindakan,” kata Sani.
Sumber : detik.com