Respon Pedagang Monja di Tanjungbalai Usai Presiden Jokowi Larang Impor Pakaian Bekas

0
16
Masyarakat Kota Tanjungbalai lebih memilih belanja pakaian bekas di pasar pakaian bekas/monja, Kelurahan Mata Halasan, Kecamatan Tanjungbalai Utara, Kota Tanjungbalai. Tribun Medan/Alif Al Qadri Harahap
Dijual Rumah

Tanjungbalai, buktipers.com – Presiden Joko Widodo melarangan impor pakaian bekas yang memiliki nama modern thrifting atau monja.

Dalam acara Business Matching Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN), Rabu (15/3/2023) lalu, orang nomor satu Indonesia itu mengatakan sudah ada perintah serius untuk menyelesaikan masalah impor pakaian bekas kepada bawahannya.

Menurutnya, adanya impor pakaian bekas dari luar negeri tersebut, sangat mengganggu industri tekstil di dalam negeri.

Namun, pedagang pakaian bekas di Kota Tanjungbalai, Mulya Simatupang menyebut, ungkapan Jokowi tersebut tidak memiliki pertimbangan.

Sebab, menurutnya, Jokowi hanya memikirkan warga yang berada di kota-kota besar dan memiliki pendapatan yang tinggi.

“Dengan diterbitkannya, atau dilarangnya pakaian bekas masuk ke Indonesia, seperti kami yang mengecer disini, itu sangat keberatan sekali,” ujar Mulya, Sabtu (18/3/2023).

Ia mengaku, hampir rata pendapatan masyarakat Tanjungbalai berasal dari penjualan pakaian bekas dan memiliki pasar pakaian bekas itu sendiri.

Menurutnya, hal tersebut dikarenakan banyaknya pertimbangan yang diambil masyarakat karena Kota Tanjungbalai tidak memiliki sumber daya alam yang bisa dijadikan sumber kehidupan.

“Hal ini kami lakukan ada beberapa pertimbangan. Terutama Kota Tanjungbalai. Kita bicara tentang nasional, mungkin ada yang terganggu di sana. Kalau di Tanjungbalai, dengan sumber daya alamnya minim sekali, ini sangat sulit untuk kami lakoni. Kenapa? Kami di Tanjungbalai ini tidak punya sawah, kebun, pabrik, dan ironinya lagi, kami tinggal di tepi pantai yang tidak punya laut,” jelasnya.

Ia mengungkapkan, masyarakat Tanjungbalai kebanyakan tidak memiliki penghasilan tetap sehingga harus memutar kepala dengan menjual pakaian bekas.

“Selain aparatur pemerintah, kami masyarakat ini mau bekerja menjadi apa,” katanya.

Selain itu, katanya, perkembangan perekonomian Kota Tanjungbalai yang sangat rendah ini, juga menjadi salah satu faktor baju bekas menjadi tren di masyarakat.

“Sebentar lagi mau Ramadhan, dan sehabis itu Idul Fitri. Biasanya, kalau disini yang orang tuanya memiliki penghasilan yang kecil, akan membawa anak-anaknya untuk membeli pakaian bekas. Alangkah sedihnya kita melihat mereka kalau ini ditutup. Mereka tidak akan berganti pakaian. Ini dibuktikan dengan adanya bantuan-bantuan yang ada di Kota Tanjungbalai,” ujarnya.

Ia mengaku, bila memang pemerintah nantinya akan memaksa menggusur dan melarang penjualan pakaian bekas, maka ia berharap ada solusi agar masyarakat tidak menganggur.

“Jadi kami memohon kepada pemerintah karena kami yang ada disini tidak sama dengan mereka yang ada di luar sana. Yang ada di Bandung, Jakarta, Makassar. Karena di Sumatera Utara, khususnya Tanjungbalai. Di sini tidak ada yang namanya garment (pabrik pakaian). Dan ini juga sangat menolong sekali, masyarakat Tanjungbalai ini miskin. Kalaupun ini dipaksa untuk tutup, maka dari itu pemerintah juga harus membuat apa solusinya. Jangan hanya sekedar melarang saja,” harapnya.

Sementara Zubaidah, seorang warga yang sedang membeli monja saat dijumpai Tribun Medan, mengaku membeli baju bekas untuk baju anaknya, karena harga yang murah dengan kondisi yang cukup masih bagus.

“Saya sedang membeli baju untuk anak. Kesini karena murah. Selain itu, kami terbantu kalau anak butuh baju kemeja putih, atau sekedar baju rumah. Kalau beli baru mahal,” katanya.

 

Sumber : tribunnews.com